8 Hadiah dari Tuhan Lewat Mengajar Daerah Terpencil

Menjadi salah satu peserta Sarjana Mendidik Daerah Terdepan Terluar dan Tertinggal (SM-3T) merupakan karunia dari Tuhan yang pantas disyukuri. Mengapa demikian? Pertama, tidak semua yang berniat mengikuti program ini bisa lolos dalam seleksi. Kedua, ada beberapa orang yang lolos tapi tidak bisa berangkat. Hal ini karena suatu penyakit atau tidak mendapat restu kedua orang tua.  Dan tentunya, saat mengikuti SM-3T masing-masing peserta akan mendapat hadiah dari Tuhan atas apa yang diusahakannya. Mengenai hal ini, masing-masing orang tentunya diberi hadiah yang bermacam-macam.

Hadiah yang diberikan Tuhan pada saya lewat SM-3T sangat banyak. Tetapi yang paling berkesan yang akan saya paparkan.

n

Hadiah: Mengajar Murid SD Yayasan Pendidikan Kristen Gmist Sion Bawoleu

  1. Kesempatan Mengajar Murid yang Benar-Benar Membutuhkan Guru

Menjadi guru di pedalaman akan berbeda rasanya dengan guru di perkotaan. Guru di pulau ini begitu dirindukan muridnya. Mereka rindu sekali kehadiran guru untuk memberikan ilmu. Karena di daerah seperti ini, tidak banyak guru yang ada. Berbeda dengan di kota. Guru sangat banyak jumlahnya. Tidak hanya di kelas, bahkan guru bisa dengan mudahnya ditemui di luar jam sekolah (guru les).

Karena sangat sedikitnya jumlah guru. Maka tidak heran bila guru di daerah ini akan mengajar dua tiga kelas secara bersamaan. Dan karena tidak efektifnya proses pembelajaran, banyak ditemukan murid yang kesulitan dalam membaca. Sehingga, kehadiran guru akan membuat murid bahagia. Berbeda dengan di kota. Kebanyakan siswa akan berdoa supaya guru tidak masuk sekolah.

  1. Sembuh dari Ketakutan untuk Memakan Ikan

Sebelum mengikuti SM-3T saya adalah seorang yang menghindari ikan. Ini sudah terjadi sejak saya kecil. Di rumah, hanya ayah dan ibu saja yang biasa memakan ikan. Saya dan kedua kakak tidak menyukai ikan. Bahkan kakak pertama saya hanya makan daging ayam. Selain itu, dia tidak mau makan dengan lauk hewani. Sedangkan kakak kedua saya hanya menyukai lauk hewani berupa udang. Saya? Hampir sama dengan kedua kakak, saya hanya memakan ayam, udang, dan sapi. Tidak mau ikan laut.

Nah, saat di lokasi prakondisi SM-3T seluruh peserta diwajibkan menghabiskan makanan. Tanpa sisa. Hanya dalam waktu beberapa menit. Kalau tidak, para pelatih (TNI di LANAL Malang) akan menghukum. Suatu pagi, terhidang nasi dan satu ekor ikan penuh. Ada kepala, badan, dan ekor. Berpikir saat itu akan protes, tapi waktu makan sudah dimulai. Saya tidak punya banyak waktu dan akhirnya terpaksa untuk memakannya.

Setelahnya, sebagian badanku gatal. Untungnya aku membawa pil penghilang rasa gatal. Hari berikutnya muncul lagi lauk ikan. Aku sebenarnya ingin curhat kepada teman-temanku. Tapi, karena belum terlalu mengenalnya. Aku diam saja. Sampai, ketiga kalinya aku memakan ikan. Tapi badanku tidak gatal. Dan, saat di daerah penempatan. Ternyata daerahku adalah pulau dengan makanan pokok ikan. Akhirnya, sampai saat ini aku tidak lagi takut memakan ikan. Tentunya tidak gatal juga saat memakannya. Alhamdulillah.

  1. Kesempatan Mengenal Pulau Tagulandang

Sejak lahir di Pulau Jawa, saya hanya memiliki kesempatan ke Pulau Bali. Dan saat mengikuti SM-3T Tuhan mengizinkan saya mengenal pulau selain Jawa dan Bali. Tagulandang namanya. Pulau Tagulandang kaya akan seni, budaya, dan bahasa yang masih kental. Beruntung sekali mendapat kesempatan menjadi bagian dari pulau ini.

  1. Keluarga Baru
Hadiah: Keluarga Besar SM-3T Angkatan IV Kab. Sitaro

Hadiah: Keluarga Besar SM-3T Angkatan IV Kab. Sitaro

Di tempat penugasan, kami memiliki orang tua asuh. Karena tidak semua sekolah terdapat rumah dinas untuk guru. Umumnya, guru SM-3T tinggal di rumah kepala sekolah. Tapi karena jarak rumah kepsek dan sekolah sangat jauh. Sehingga, aku tinggal di rumah salah seorang guru di dekat sekolah. Di sana, aku dianggap seperti anak mereka sendiri.

Selain itu, teman-teman SM-3T yang bertugas di Kab. Sitaro juga seperti keluarga. Di situ kami saling menguatkan, mendukung, dan berbagi. Meski suatu ketika ada saja selisih paham. Tapi bukan hidup namanya jika ada suka tanpa duka.

  1. Menjadi Kakak Tertua di Keluarga

Seperti yang dijelaskan sebelumnya, aku sudah seperti anak kandung di keluarga angkatku. Maka, aku menjadi kakak tertua. Karena anak tertua lebih muda beberapa bulan dari aku. Jadilah, aku dipanggil kakak. Tentu ini hal membahagiakan. Mengingat dalam keluarga, aku adalah anak paling bungsu. Dan jangan mimpi untuk dipanggil kakak di keluargaku sendiri.

  1. Kesempatan Belajar Merawat Bayi.

Serumah dengan bayi juga merupakan hal pertama yang saya alami. Beruntung karena saya bisa belajar merawat bayi mulai dari lahir. Jadi suatu keajaiban saat saya bisa membantu memandikan si bayi, mengganti popoknya, menggendong, sampai menjaganya saat tidur. Dan saat si bayi tengah malam menangis. Maka, saya sadar betapa tidak mudahnya seorang ibu membesarkan anaknya.

  1. Melakukan Beberapa Hal di Luar Kebiasaan

Banyak hal yang saya kira tidak bisa saya lakukan ternyata tidak mustahil di sini. Di antaranya ; menjelaskan apa itu Islam di sebuah gereja. Berjalan beberapa kilometer hanya untuk mencari air, dan kayu bakar. Makan dengan singkong, bukan nasi. Saya kira itu mustahil, tapi di pulau ini saya lebih sering dan lebih menyukai makan singkong.

20150629_105937

Selain itu, berteman dengan Barca (seekor anjing) merupakan hal yang lucu. Karena sebelumnya, saya sangat takut pada hewan ini. Barca sangat setia pada tuannya. Dia selalu menemani saya pergi ke sekolah. Pun, tahu kapan waktunya untuk menjemput saat pulang sekolah. Menemani ke hutan mencari kayu, mencari air, atau sekedar ke pantai. Tapi meski setia, Barca akan begitu saja meninggalkan saya saat bertemu dengan anjing wanita. Yah, begitulah lelaki…, eh anjing laki-laki maksudnya hehe 🙂

Di pulau ini pun pada akhirnya saya bisa menyanyi dan menari di depan banyak orang saat acara adat. Sebelumnya, saya tidak pernah percaya diri tampil di depan umum untuk menampilkan semacam seni musik atau tari. Satu-satunya yang saya bisa hanya seni silat.

  1. Merasakan Rindu Serindu-rindunya

Berada di Pulau Tagulandang yang sulit ditemukan jaringan komunikasi mengajarkan saya bagaimana rindu yang sangat hebat. Rindu kepada keluarga, saudara, dan teman. Dan pada posisi itu saya tidak bisa menghubungi mereka sekedar berkata rindu. Mahal sekali kata “rindu” untuk sekedar diucapkan. Rasanya, tidak bisa dibayangkan oleh orang yang belum merasakan.

Itulah beberapa hadiah dari Tuhan yang luar biasa. Sebenarnya, masih banyak yang belum saya tulis. Intinya, saat saya merantau dan berbagi di daerah yang jauh dari pusat kota. Ada banyak hal yang tidak terlupakan. Dan, ini akan menjadi sesuatu yang akan bermanfaat bagi kehidupan di masa depan. Salam Maju Bersama Mencerdaskan Indonesia.

19 thoughts on “8 Hadiah dari Tuhan Lewat Mengajar Daerah Terpencil

  1. Saya sih berpendapat di daerah lebih mudah move on karena pemerintah sudah menjadikan desa dan daerah terluar sebagai serambi pembangunan dengan adanya kementerian desa dan dana desa baru-baru ini. Apakah saya berbicara teori atau kenyataan yang berbeda ya? 😀

    Like

  2. Pingback: Mengeksplorasi Keindahan Pantai Toka Kecil : Pilih Jalan Darat atau Laut ? | JEJAK LANGKAH

  3. Pingback: Sain Widianto: Alasan Generasi Muda Perlu Andil Mengajar di Pelosok Negeri | JEJAK LANGKAH

  4. Pingback: Universitas Muhammadiyah Malang :  Kembali Merekam Kenangan & Sisi-Sisi Indah Kampus Putih | JEJAK LANGKAH

  5. Pingback: Destinasi Impian : Episode Perjalanan di Pedalaman Sulawesi Utara | JEJAK LANGKAH

Leave a comment