Sain Widianto: Alasan Generasi Muda Perlu Andil Mengajar di Pelosok Negeri

 

 

sd mas sain

Suasana SD Inpres Longko Kabupaten Manggarai (Dok. Sain Widianto

Selepas masa tugas sebagai guru di daerah terpencil melalui SM3T, banyak teman yang meminta saya menceritakan pengalaman setahun itu. Selepas mendengar cerita, hampir setiap orang memiliki niat untuk turut mengajar di daerah terpencil. Mereka mempunyai niat untuk membantu permasalahan pendidikan yang ada di Indonesia. Sayangnya, kebanyakan dari mereka hanya berhenti sampai tahap niat saja.

Banyak alasan yang membuat mereka urung mewujudkan niatnya. Di antaranya, takut meninggalkan kekasihnya, takut terpengaruh adat istiadat atau agama yang dominan di tempat pengabdian, dan tidak yakin karena tempat yang terlalu jauh. Memang di beberapa kasus, ketakutan ini benar terwujud. Nyatanya, beberapa peserta pengabdian memang kehilangan kekasihnya (termasuk teman saya sendiri), kehilangan keramaian kesenangan kota, dan bahkan kehilangan nyawa. Dengan berbagai resiko yang ada,  mengapa peserta pengabdian tidak berhenti?

            Sain Widianto, Alumni SM-3T Angkatan I, menyatakan bahwa orang-orang yang telah terinspirasi mengabdi secara alami akan menginginkan untuk turut mengabdi. “Alasan kuat dalam hati kecil setiap orang sebenarnya adalah ingin mengabdi setelah melihat dan terinspirasi yang telah dulu mengabdi. Meski awalnya hanya ikut-ikutan,” ungkap Duta SM-3T kelahiran Banyuwangi itu.

Tambahnya, menjadi bagian pengajar daerah terpencil bukanlah sekedar pekerjaan. Lebih dari itu, para pengajar mengemban amanah dengan motivasi semangat berbagi. Ulasan tentang semangat berbagi ini bisa dengan lengkap kita simak di sini. Bagi generasi muda, mengabdi di daerah yang jauh dari pusat kota akan memberikan banyak pengalaman. Setiap perjalanan akan memberikan suatu hal menarik yang bisa dipelajari. Agar tidak menjadi hal yang sia-sia atau sekedar lewat saja, maka pengalaman ini harus dimaknai dan diambil hikmahnya. Continue reading

Belajar Kehidupan : Sepotong Episode Guru-Guru  di Daerah Terpencil (SM-3T)

          

Berfoto dengan Pejabat Kapitalau (Kepdes) dan Ibu-Ibu PKK seusai acara senam (Dok. Slamet Sutikno)

Berfoto dengan Pejabat Kapitalau (Kepdes) dan Ibu-Ibu PKK seusai acara senam (Dok. Slamet Sutikno)

Menjadi pengajar di daerah terpencil bukan berarti kami hanya mengajar di sekolah dan selesai. Guru SM-3T tidak melulu mengajar mata pelajaran matematika, ilmu alam, dan pelajaran yang wajib diberikan. Namun, kami berusaha untuk berbaur dengan masyarakat sekitar. Turut mencurahkan potensi yang kami miliki untuk perkembangan lingkungan sekitar. Biasanya, warga tidak sungkan-sungkan melibatkan kami dalam kepanitiaan acara-acara yang diselenggarakan. Seperti lomba desa atau upacara adat.

Selain mengikuti kegiatan yang diadakan desa, kami juga menggagas kegiatan atas inisiatif sendiri. Tidak mudah melakukan hal semacam ini sendirian. Oleh karena itu, beberapa program kemasyarakatan dilakukan secara berkelompok. Kelompok terdiri dari beberapa teman guru SM-3T yang jarak tugasnya berdekatan. Nah, cerita saya kali ini tentang senam sehat, program kelompok Guru SM-3T Pulau Tagulandang

            Senam Sehat (SS) ini kami adakan karena melihat masih kurangnya kesadaran masyarakat untuk menerapkan pola hidup sehat. Kami bisa melihat dari banyaknya warga yang mengalami kelebihan kolesterol dan obesitas. Apalagi pasca tahun baru, meningkat warga yang mengalami penyakit di atas. Karena selama tahun baru hari-hari dipenuhi kue mentega, minuman bersoda dan daging-daging berlemak. Senam ini kami selenggarakan di empat kampung di dua kecamatan. Kampung Mohongsawang, Kampung Kisihang, Kampung Laingpatehi berada di Kecamatan Tagulandang. Dan Kampung Bawoleu di Kecamatan Tagulandang Utara.  Meski kelihatannya sederhana, namun banyak pelajaran hidup yang dapat saya petik dari kegiatan ini.

  1. Kampung Mohongsawang (Repotnya Membuat Banner Manual)

Kampung ini merupakan tempat pertama melaksanakan program. Wajar saja, kami semua deg-degan berharap warga antusias mengikuti. Kami membuat banner secara manual untuk kegiatan. Karena tidak ada tempat pembuatan banner di daerah kami yang masih tergolong 3T (Terdepan, Terluar, Tertinggal). Saat itu, saya dan beberapa teman lainnya sedang serius menggunting dan menempel huruf. Kemudian, huruf yang telah kami tempel ternyata dibongkar ulang oleh salah satu teman kami.

Canda Tawa di Sela-Sela Menempel Huruf untuk Banner Senam

Canda Tawa di Sela-Sela Menempel Huruf untuk Banner Senam (Dok. SM-3T Pulau Tagulandang)

Dia asyik menempel sendiri, mengukur jarak antar huruf, pun juga ketinggiannya. Sedangkan kami sudah tidak sabar dan terlanjur sebal hasil pekerjaan yang kami buat dibongkar olehnya. Tapi, teman kami itu tetap kekeh. Bahwa katanya, harus “presisi”, agar enak dilihat. Continue reading

8 Hadiah dari Tuhan Lewat Mengajar Daerah Terpencil

Menjadi salah satu peserta Sarjana Mendidik Daerah Terdepan Terluar dan Tertinggal (SM-3T) merupakan karunia dari Tuhan yang pantas disyukuri. Mengapa demikian? Pertama, tidak semua yang berniat mengikuti program ini bisa lolos dalam seleksi. Kedua, ada beberapa orang yang lolos tapi tidak bisa berangkat. Hal ini karena suatu penyakit atau tidak mendapat restu kedua orang tua.  Dan tentunya, saat mengikuti SM-3T masing-masing peserta akan mendapat hadiah dari Tuhan atas apa yang diusahakannya. Mengenai hal ini, masing-masing orang tentunya diberi hadiah yang bermacam-macam.

Hadiah yang diberikan Tuhan pada saya lewat SM-3T sangat banyak. Tetapi yang paling berkesan yang akan saya paparkan.

n

Hadiah: Mengajar Murid SD Yayasan Pendidikan Kristen Gmist Sion Bawoleu

  1. Kesempatan Mengajar Murid yang Benar-Benar Membutuhkan Guru

Menjadi guru di pedalaman akan berbeda rasanya dengan guru di perkotaan. Guru di pulau ini begitu dirindukan muridnya. Mereka rindu sekali kehadiran guru untuk memberikan ilmu. Karena di daerah seperti ini, tidak banyak guru yang ada. Berbeda dengan di kota. Guru sangat banyak jumlahnya. Tidak hanya di kelas, bahkan guru bisa dengan mudahnya ditemui di luar jam sekolah (guru les).

Karena sangat sedikitnya jumlah guru. Maka tidak heran bila guru di daerah ini akan mengajar dua tiga kelas secara bersamaan. Dan karena tidak efektifnya proses pembelajaran, banyak ditemukan murid yang kesulitan dalam membaca. Sehingga, kehadiran guru akan membuat murid bahagia. Berbeda dengan di kota. Kebanyakan siswa akan berdoa supaya guru tidak masuk sekolah.

  1. Sembuh dari Ketakutan untuk Memakan Ikan

Sebelum mengikuti SM-3T saya adalah seorang yang menghindari ikan. Ini sudah terjadi sejak saya kecil. Di rumah, hanya ayah dan ibu saja yang biasa memakan ikan. Saya dan kedua kakak tidak menyukai ikan. Bahkan kakak pertama saya hanya makan daging ayam. Selain itu, dia tidak mau makan dengan lauk hewani. Sedangkan kakak kedua saya hanya menyukai lauk hewani berupa udang. Saya? Hampir sama dengan kedua kakak, saya hanya memakan ayam, udang, dan sapi. Tidak mau ikan laut.

Nah, saat di lokasi prakondisi SM-3T seluruh peserta diwajibkan menghabiskan makanan. Tanpa sisa. Hanya dalam waktu beberapa menit. Kalau tidak, para pelatih (TNI di LANAL Malang) akan menghukum. Suatu pagi, terhidang nasi dan satu ekor ikan penuh. Ada kepala, badan, dan ekor. Berpikir saat itu akan protes, tapi waktu makan sudah dimulai. Saya tidak punya banyak waktu dan akhirnya terpaksa untuk memakannya.

Setelahnya, sebagian badanku gatal. Untungnya aku membawa pil penghilang rasa gatal. Hari berikutnya muncul lagi lauk ikan. Aku sebenarnya ingin curhat kepada teman-temanku. Tapi, karena belum terlalu mengenalnya. Aku diam saja. Sampai, ketiga kalinya aku memakan ikan. Tapi badanku tidak gatal. Dan, saat di daerah penempatan. Ternyata daerahku adalah pulau dengan makanan pokok ikan. Akhirnya, sampai saat ini aku tidak lagi takut memakan ikan. Tentunya tidak gatal juga saat memakannya. Alhamdulillah.

  1. Kesempatan Mengenal Pulau Tagulandang

Sejak lahir di Pulau Jawa, saya hanya memiliki kesempatan ke Pulau Bali. Dan saat mengikuti SM-3T Tuhan mengizinkan saya mengenal pulau selain Jawa dan Bali. Tagulandang namanya. Pulau Tagulandang kaya akan seni, budaya, dan bahasa yang masih kental. Beruntung sekali mendapat kesempatan menjadi bagian dari pulau ini.

  1. Keluarga Baru
Hadiah: Keluarga Besar SM-3T Angkatan IV Kab. Sitaro

Hadiah: Keluarga Besar SM-3T Angkatan IV Kab. Sitaro

Di tempat penugasan, kami memiliki orang tua asuh. Karena tidak semua sekolah terdapat rumah dinas untuk guru. Umumnya, guru SM-3T tinggal di rumah kepala sekolah. Tapi karena jarak rumah kepsek dan sekolah sangat jauh. Sehingga, aku tinggal di rumah salah seorang guru di dekat sekolah. Di sana, aku dianggap seperti anak mereka sendiri. Continue reading

Terima Kasih Sitaro, Terima Kasih SM-3T

Satu tahun, tidak terasa waktu menjadi bagian dari Program SM-3T telah saya lalui. Ada banyak hal yang saya dapatkan, yang tidak mungkin diperoleh di tempat lain. Saya belajar banyak tentang bagaimana menghadapi perbedaan agama, suku bangsa, dan adat istiadat. Bagaimana belajar menjadi kuat, belajar konsisten, tanggung jawab, bahkan belajar tertawa di dalam tangisan.

Soloi, Alat untuk Mengangkut Hasil Kebun dan Sejenisnya, Terbuat dari Bambu

Soloi, Alat untuk Mengangkut Hasil Kebun dan Sejenisnya, Terbuat dari Bambu

Hari itu, adalah hari pertama saya menapaki tanah pengabdian, Mandolokang (Pulau Tagulandang) namanya. Tiba di daerah di mana muslim merupakan kaum minoritas menimbulkan keheranan bagi warga sekitar. Melibat lambaian jilbab saya oleh angin, ada beberapa anak kecil berteriak, “orang Islam, orang Islam..”. Ditambah lagi, di sekitar tempat saya tinggal,  berkeliaran- maaf  ‘anjing dan babi’, hati saya kecut, sempit rasanya, ada hening yang tidak enak muncul.

Malam itu, hening yang tidak enak muncul. Ingin rasanya menelpon keluarga di rumah. Sayangnya, tidak ada sinyal di Hp saya. Tidak ada listrik pula, dan tidak ada air untuk sholat di dalam rumah. Malam itu, saya belajar sepi yang paling sepi. Sendiri yang paling sendiri. Tapi kemudian, teringat banyak hal yang saya pelajari saat prakondisi, bagaimana bertahan di dalam keterbatasan. Menyadari hal itu, saya bangkit. Continue reading

SATU, DUA, DAN HANYA TIGA SISWAKU

satu dari tiga muridku yang datang ke sekolah (doc. pribadi)

satu dari tiga muridku yang datang ke sekolah (doc. pribadi)

Pulau Tagulandang, tempat ku mengabdikan segenap ilmu di tanah rantau ini bukan hanya masuk dalam jajaran pulau terdepan, terluar, dan tertinggal. Tetapi merupakan daerah yang bisa dibilang rawan bencana alam seperti gempa, angin kencang, dekat gunung berapi yang masih aktif yang kadang menghawatirkan, serta hujan lebat.
Dalam enam bulan terakhir telah terjadi tak kurang dari belasan gempa dari kekuatan ringan hingga sedang. Selain itu angin kencang sering menumbangkan pohon-pohon di pinggir-pinggir jalan.

Gempa yang terjadi di sekolahku suatu kali menumpahkan buku-buku dari rak, menumpahkan teh dari cangkir, dan menjatuhkan LCD komputer dari meja. Sehingga, tak heran kalau warga masyarakat lebih sering tidak mengijinkan putera-puterinya bersekolah saat cuaca tidak menentu. Suatu hari, dari keenam kelas hanya ada tiga orang siswa yang masuk sekolah.

Continue reading